Menghadapi Dunia Baru
Kalau duniamu berubah, tentu itu
menandakan bahwa kau bertumbuh. Sepenggal cerita berlabuh padaku, katanya semua
berubah. Orang-orang terdekat, masalah yang tidak selesai, pekerjaan yang
menumpuk, serta ekspetasi yang tidak terkendali. Kau ingat, pagi itu seorang datang padaku bercerita tentang patah hati dan kecewa atas kegagalan
pernikahan, lalu datang satu orang lagi bercerita betapa menakjubkannya
kehilangan seseorang, lalu kemudian datang cerita-cerita lain yang tidak kalah
mendebarkan, membahagiakan, bahkan menyedihkan. Yang bahkan di sekolah sepertinya tidak pernah dipelajari, masalah
yang rasanya setiap orang tidak akan ada habisnya mengadu nasib keterpurukan ataupun beradu paling bahagia. Iya, itulah dunia. Dunia yang saat ini sedang berputar.
Duniaku, duniamu, dunia mereka hanya sepenggal
dari betapa berkuasanya Allah dalam menghadirkan banyak hal. Ada sedih, senang,
kecewa, kemarahan, ketidakberdayaan serta emosi-emosi yang tidak terduga. Semuanya
seperti tidak menatap. Memang semua berubah dan selalu berputar dengan poros
yang berbeda. Bukankan, itu menandakan bahwa janji Allah benar bahwa “Dunia
hanyalah tipu daya belaka”.
Bagaimana kita menangkap segala emosi
dalam balutan takdir dan jalan kehidupan manusia. Itu bagian yang memang harus
terus dipelajari sebagai tumpuan hakikat kehidupan. Tidak mudah, bahkan sangat
terjal. Tapi sebagai manusia, kita selalu akan bertumbuh dan belajar lagi dan
lagi.
Barangkali setiap hal yang sudah
dilewati akan mengajarkan banyak hal untuk selalu mengevaluasi diri, memaksimalkan
potensi, lalu selalu berusaha senantiasa merekap kembali hakikat kehidupan
sebagai bekal akhirat. Seperti itu kan, keyakinan manusia beragama Islam bahwa
dunia ini tidak abadi, akhirat yang abadi.
Komentar
Posting Komentar