PEREMPUAN DAN PERLAWANAN #2


PEREMPUAN DAN PERLAWANAN #2
Rifa Nurafia

Why, If I am Woman?
Pertanyaan di atas yang muncul pada pikiran setelah mengenal banyak manusia dan usia sudah bukan lagi remaja. Kemudian, terlontarkanlah juga kalimat “kamu tuh perempuan.” yang selanjutnya disusul dengan narasi bersubjektif mengkerdilkan perempuan ketika memutuskan untuk “berpendidikan”. Pernyataan yang seolah menjadi pelemahan.
“ngapain sih sekolah tinggi, ujungya di dapur.”
“jangan tinggi-tinggi sekolah, nanti cowok minder.”
“udah jangan pilih-pilih nanti susah jodoh.”
“saya minder deket sama kamu loh.”
“cape-cape kuliah, ujungnya cuma urus anak dan suami.”
“mikirin karier mulu, cowok pada mundur karena kamu ketinggian gaji.”
“perempuan mah harus patuh, nurut, ini, itu.”
“kalau jadi sarjana Cuma kerja jadi A, B, C, mending kaya kita aja atuh sama aja hidupnya.”
“udah 25 tahu, cepet nikah, nanti jadi perawan tua.”

 Itulah kalimat yang sedikit banyak terlontarkan pada beberapa perempuan. Pada prinsip hidupku tidak ada korelasi dan hubungan pasti dalam akhir sebuah kehidupan hanya karena menempuh pendidikan tinggi. Bagiku, menempuh pendidikan tinggi dalam karier pendidikan lebih pada alasan karena dihadapan Allah umur kita akan dihisab, dan keputusan mengambil itu sebagai cara meringakankan hisab. Bukankan derajat tertinggi manusia adalah orang-orang yang bertaqwa, dan tidak pernah ada pembeda hanya karena diri kita“perempuan” atau “laki-laki”. Selain itu, orang tuaku pernah berkata;” bapa mengarahkan agar sekolah karena kalian harus menuntut ilmu”.
Lantas kenapa pelemahan sering terjadi pada perempuan harus terjadi dengan narasi perempuan tuh harus kaya ini dan itu. Tidak boleh melakukan ini dan itu. Why, if I am woman? Ketika dia berkeputusan melanjutkan sekolah dari SD-SMP-SMA-Perguruan tinggi muncul banyak label yang tiba-tiba melekat padanya.
Aku cuma bisa jawab (saat ini) bisa jadi karena keputusan sering terjadi akibat orang lebih banyak menganut terciptalah sebuah ideolog. Sikap dominan pada pemikiran pelemahan perempuan itu banyak dianut, sehingga jika dipilih orang berbeda terkesan salah.
Aku yakin mungkin ada narasi pelemahan yang juga terjadi pada laki-laki, hanya karena tubuhku perempuan, aku jadi tidak merasakannya. Aku hanya pernah mendengar narasi seperti ini “laki-laki tidak boleh cengeng, harus kuat.” Terus aku yang perempuan jadi boleh dong “cengeng dan lemah”, namun kenyataanya narasi itu bukan sebagai pengakuan diri tapi lebih pada ejekan superior.
Lantas, kenapa kita tidak berpikir dan kembali pada konsep “derajat paling tinggi di hadapan Allah Swt adalah orang-orang yang bertaqwa.”
Kenyataanya orang-orang yang melontarkan pelemahan pada perempuan sering kali juga tidak berimbang dalam memutuskan sikap. Kadang, pelemahan pada perempuan hanya sebagai alih menjelaskan keadaan. Pelemahan yang juga bukan hanya diucapkan lawan jenis, melainkan lebih banyak juga pada sesame perempuan.
Why, If  Iam a Woman?
Rifa Nurafia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudahkah Berterima Kasih Pada Dirimu?